Penyakit itu bisa datang kapan saja, tapi kadang kita ga sadar bahwa yang mengundang penyakit itu datang adalah diri kita sendiri.
Sengaja, gw tulis ini di Blog untuk berbagi pengalaman. Sekaligus, biar nanti ada semacam cambuk pengingat buat gue sendiri untuk tidak mengulang kebiasaan-kebiasaan tidak sehat. Niatan menulis blog ini timbul, setelah gw membaca Blog salah seorang senior di kampus. Dia bercerita bahwa saat ini dia terkena kista indung telur atau kista endometriosis.
Lalu gw teringat peristiwa sekitar 5-6 tahun lalu. Ya, gw juga pengidap kista indung telur , dulu.
nyeri kista itu luar biasa |
Agustus 2006 tepatnya.
Saat itu libur semester, jadi gue bisa menikmati liburan di Jakarta dan beristirahat dari aktivitas kampus di Semarang. Seperti biasa, setiap Bulan Agustus itu gue selalu rempong urusin acara-acara buat 17 Agustusan di Kampung. Mulai dari lomba buat anak-anak, sampe panggung seninya.
Menggagas, mengetik, menyebar, menari, menyutradarai dan sebagainya.
Acaranya digelar pada tanggal 21 Agustus , saat itu gue belum tahu dan merancang nasib gue yang ternyata pada tanggal 22 Agustus harus bersedia mengangkat salah satu indung telur karena penyakit kista.
Tepatnya sekitar tanggal 15 Agustus, gue udah merasa ngilu gak jelas di sekitar bawah perut hingga vagina, payudara mengencang, dan keinginan makan bertambah. Jelas itu pertanda yang disadari setiap perempuan untuk tamu bulanannya. Masalahnya, seperti biasa haid gue itu terlambat, kali ini selama 3 minggu dari jadwal sebelumnya. Jadi hampir sebulan gak dapet mens.
Hal itu, bagi gue dulu, adalah wajar. Soal terlambat datang bulan ini sering gue alami sejak awal mendapat menstruasi. Bahkan pernah, gw gak dapat haid selama 3 bulan berturut-turut. Gue pun mulai khawatir, apa jangan-jangan hamil... tapi di umur belasan tahun itu..ciuman aja gak pernah gimana bisa hamil coba -___-"
Pas 16 Agustus, sesuai prediksi gue mendapat tamu bulanan. Nyerinya luarr biasaaa! Kalau lagi haid, udah dapatnya banyak cuma 3 hari, sisanya coklat gak jelas bisa hampir seminggu. Jadi total haid gue itu bisa 9-10 hari. Setiap nyeri datang bulan, pasti para perempuan coba minum obat penghilang nyeri datang bulan itu kan? Tapi percaya deh, ternyata itu semua gak ada efeknya dan tidak membantu.
Nyeri yang luar biasa ini membuat gue sampe sakit demam, dan berlanjut di hari kedua. Gw berpikir, mens gue ini parah karena gue lagi sakit. Sampe akhirnya gue tahu, justru mens gue itulah yang membuat semua kondisi tubuh gue payah. Karena masih urusin lomba, gue coba sok menguatkan diri dengan minum pocary sweat dingin ..baru juga disedot. Alamakkkkk!!! Nyerinya makin menjadi dan gue pingsan.
Gue ga inget apa yang terjadi, yang jelas gue dibopong-bopong orang sekampung dan langsung dilarikan ke RS Jakarta di Setiabudi. Saat di UGD gue cuma bisa meringis-ringis gak jelas, kalo kata bapak gue yang nganterin waktu itu udah mukanya pucet banget ditambah jerit-jerit, duduk salah, tidur salah. Serba salah.
Dokterpun kebingungan, gue cuma tahu semua baju gue dicopot dengan paksa ama si suster karena harus menjalani beberapa tes. Dalam keadaan setengah sadar, gue cek rontgen, cek darah, cek ke dokter spesialis pencernaan takut usus buntu, pokoknya gue didorong-dorong di kursi roda dari satu ruang lab ke lab lainnya dan cuma bisa berbaring aja.
Terakhir, sekitar sore jam 6, karena gak ditemuin juga tuh asal penyakit. Akhirnya si dokter merujuk ke dokter spesialis kandungan. Nama dokternya Dr Herman, gue masih ingat. dia bergelar DOKTOR bukan dokter. waktu itu. Saat ini mungkin udah jadi Professor.
Umur 20 tahun, untuk pertama kalinya gue di USG oleh dokter kandungan. Dan dari situ diketahui terdapat kista berukuran 5 cm lebih , hampir 6, yang mendesak indung telur sebelah kiri gue. Kistanya, menurut dokter, lebih besar dari ukuran indung telur sehingga berbahaya dan sudah merembet ke indung telur kanan. Ukuran kista ini, katanya, agak sulit diselamatkan kecuali harus dioperasi dengan cara membelek atau mengangkat indung telur.
Hadiah yang sangat spesial bukan? Di hari yang pas ulang tahun gue ke 20 gue divonis terkena kista dan harus diangkat indung telurnya.
Gue bertanya sama dokter, apa salah gue selama ini hingga kena penyakit kista? Ini penyakit yang langsung terkena organ reproduksi. Sementara gue berpikir selama ini gue gak pernah ngapa-ngapain organ reproduksi gue. Dokter bilang, ini karena hormon yang tidak seimbang. Faktor utamanya adalah makanan, seperti fastfood. Mak!
Si dokter memberi gue dan keluarga gue waktu untuk berpikir selama tiga hari atau dapat second opinion sebelum dioperasi. Menginap semalam di rumah sakit, sekampung langsung datang besuk. Soalnya bikin heboh kampung pas pingsan.. hehehe
Tahun 2006, gue terkapar. Akses internet belum secanggih sekarang, Bokap gue konsultasi seadanya ke kiri dan kanan. Minta doa sama Ustadz-Ustadz. Kakak sepupu gue menyarankan gue jangan operasi dulu, tapi lihat kondisi dulu dan cari pengobatan lainnya.
Tapi, lagi-lagi malamnya gue meringis hebat. Bokap gak tega melihat gue terkapar begitu di Rumah Sakit dan memutuskan mengakhiri sakit gue dengan mengangkat penyakit itu, apapun resikonya. Nyokap gue, begitu tahu gua akan kehilangan indung telur, dia yang menangis paling kejer. Gue ?? boro-boro bisa mikir masa depan, mikir aja kagak bisa saking lemesnya.
Tanggal 22 Agustus gue akan dioperasi, malamnya tanggal 21 anak-anak temen maen gue di kampung memberi kejutan dengan mementaskan drama gue dengan hasil latihan mereka sendiri. Malam itu juga temen-temen sekelas waktu SMA, bener-bener satu kelas pada datang, untuk menyemangati gue. Yang saat itu, jalan aja mesti pakai tongkat saking gak kuatnya.
22 Agustus pagi, sahabat gue dari geng gopek Efa, Anggi, Muti dan Melly datang pagi-pagi nyusul ke rumah sakit. Mereka menunggu gue menjalani operasi selama berjam-jam, mengantar gue ke ruang operasi. Dimana pada saat itu, gue masih merasa gak ada yang salah dari tubuh gue, ini cuma operasi biasa, seperti operasi sinusitis yang udah gue jalani dua kali.
Setelah sekitar 5-6 jam, gue di dorong dari ruang operasi setengah sadar. Gue melihat sosok-sosok sahabat gue masih ada disitu, bokap, nyokap dan sanak saudara lainnya. Obat bius mulai beraksi lagi, gue tertidur.
Sayup-sayup gue denger bokap bercerita ama tetangga yang besuk gue, "Ini kistanya, gede kan. Udah hitam gitu, kata dokter ini udah bahaya dan merambat ke yang kanan. Tadi dikerik sekalian, kalau terlambat bisa jadi kanker," kata papa.
Gue mencoba mengenali orang-orang disekitar gue, cuma bayangan-bayangan. Gue merasa di kanan gue tangan gue memegang sesuatu, gue lihat nyokap megangin tangan. Yang gue tahu belakangan dari cerita nyokap, ternyata gak gue lepas-lepas sejak dari ruang operasi sampai besok pagi karena gue gak berhenti merintih.
Faktanya emang iya, begitu reaksi obat bius mulai habis. Nyeri yang datang bertubi-tubi, bayangin aja indung telur lo yang tipis itu...habis dirobek, digunting diangkat, dikerik lewat kulit lo dan lapisan daging yang harus dibelek dulu untuk ambil itu kista. Rasanya kayak ditusuk-tusuk pisau yang masih tertancap tepat di atas vagina loe. Gue nangis sejadi-jadinya, mau bangun gak bisa. Tiap gerakan berasa ada darah yang mengalir dari tubuh, sakittttt.
Tapi diantara rasa sakit itu, yang buat gue semakin kejer nangis itu karena gue berasa...ada yang hilang dari tubuh gue, ada yang beda. Oh iya, jelas, gue udah kehilangan indung telur gue. Sebagai wanita, gua gak sempurna, incomplete, dalam arti sesungguhnya. Gue pun makin menangis dan menggenggam tangan nyokap makin erat, nyokap juga nangis. Tapi disela-sela tangisnya itu, gue mendengar dia gak nyerah suruh gue berdzikir untuk menguatkan mental gue....
- to be continue-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar