"Aduh, Maaf ya mbak. Saya capek banget tadi abis antri salaman sampe satu setengah jam," kata Dimas Beck si artis itu. Saya mah cuma senyum-senyum aja nanggepinnya, biar kata dalam hati ngegerutu.
Gak lama, saya dan Mb Sari keluar dari ballroom hotel megah itu. Di depan, si penjaga suvenir juga mengeluh. Riasan tebal yang mestinya membantu menonjolkan kecantikan wajah, luntur oleh rasa lelah dan kantuk yang mulai menggelayut.
"Aduh, capek gue. Tamunya ga habis-habis," begitu kalimat yang saya dengar dari bibir tipisnya yang berbalut gincu merah.
Bukan cuma dia yang capek, sayah yang pake heels 7 cm demi eksistensi di kondangan salah satu wakil presiden negeri kita ini juga capek. Berdiri hampir dua jam, menumpukan beban seberat 60 kilogram pada sepasang tumit yang beberapa ons jelas bukan perkara ringan.
Sebelumnya, saya juga kondangan dengan selop yang ber-heels setinggi 5 cm dan berdiri selama 1,5 jam nonstop. Bagian tubuh atas bercanda, tertawa dan sebagainya. Bagian tubuh bawah terus bekerja menahan beban.
Ya habis gimana lagi, dari resepsi warga biasa sampe pejabat emang jarang di sediain bangku kan. Demi mengundang 1000 orang masuk dalam gedung, kursinya cukup 50 aja. Kursi hanya untuk lansia dan wanita hamil kayak di kereta commuter. Tren resepsi disini memang begitu.
Pulang kondangan, saya ngobrol lagi dengan salah satu kawan yang dalam beberapa bulan ke depan bakal menggelar resepsi pernikahannya juga. Di taksi, sambil pijet-pijet kaki, saya dengar ceritanya tentang persiapan resepsi selama setahun belakangan. Wow! Lalu mulai masuk ke sesi keluhan, dimana ini bukan pertama kalinya saya dengar dari orang yang mau nikah. Rata-rata, soal resepsi ini selalu bikin pusing si calon mempelai. Bisa berbulan-bulan, bisa juga hitungan tahun.
Kadang mereka bilang, capeknya urusin itu akan terbayar di Hari H. Oh, oke!
Tapi saya itu orang yang simple minded. Orang yang berpikir kalo pernikahan itu seharusnya sesuatu yang bikin bahagia, dimana prosesnya itu juga harus bikin kita bikin bahagia, bukan bikin pusing. Pun merayakannya adalah dengan mereka yang selama ini keberadaannya membuat kita bahagia, lah ngapain juga kan ngundang orang yang hobi ngomongin kita di belakang. PR banget deh.
Sejauh ini resepsi yang konsepnya saya suka dan pernah hadiri adalah pernikahan antara Mas Dwi dan Mbak Fin di sebuah kafe di kemang. Simple, berkesan dan tidak ribet. Paling penting adalah, tamu bisa menikmati makanan sambil duduk. Lah makan bakso di pinggir jalan aja disediain kursi, masa ini udah pake baju pesta rapih + dandan dan masuk gedung makannya masih berdiri.
Terus saya berkhayal, kalau misalnya saya menikah suatu hari nanti. Mau kaya gimana ? Yang pasti saya cuma mau merayakan itu sama orang-orang terdekat aja. Pernah liat pernikahan ala Bella dan Edward di Twilight ? Duh andai aja Alice ada di dunia nyata, keren banget konsepnya.
Seperti yang saya bilang, saya mau dalam prosesnya saya juga seneng dan bahagia. Mulai dari undangan, meski sebagai ratu eksis punya kenalan dan temen dimana-mana, gak semua saya undang. Misal sampe undang orang populer gitu yang karangan bunganya bisa dipajang, ogah deh!
Saya mau, pernikahan hanya dihadiri oleh keluarga inti, lalu keluarga dekat yang memang benar-benar dekat. Bukan keluarga yang nempel ikatan darah aja, yang jarang peduli, terus tau-tau mao nongol. Errr.
Dilanjut sama sahabat-sahabat terdekat sejak kecil sampe sekarang. Untuk mereka yang spesial, saya bahkan mau bikin undangannya sendiri. Bikin ya, bukan cetak.
Akadnya, saya pingin pakai gaun yang pas. Mudah-mudahan sih badan saya ga lebar lagi nanti, hehe. Gak usah kebaya yang gimana gitu, yang penting cantik. Make up-nya ga perlu tebel, yang penting investasi perawatan supaya pas hari H manglingi, ciehhhh.
Lokasinya, alam terbuka dengan hiasan bunga cantik. Undangannya duduk di kursi yang udah ada meja, dan menyaksikan proses akad dengan hikmad. Setelah akad selesai, semua berbaur. Bisa menghampiri si pengantin, atau pengantin hampiri mereka. Pokoknya bebas. Hehehe, lebih prefer sih klo ngadain acaranya di luar Pulau Jawa, asal lokasinya bagus dan cantik. Itukan juga bisa jadi pembenaran supaya tidak terlalu heboh acaranya.
Lanjut ke selesai akad, pengennya sih si mempelai pria kasih kejutan gitu buat saya. Ihiyyy..apa kek, nyanyi kek ato joget parodi lah. Pokoknya do something unforgettable dan membuat saya merasa jadi orang paling bahagia saat itu. Like a real princess, bukan barbie yang dipajang di pelaminan.
After that, giliran saya kasih kejutan. Hihi.
Untuk kawan-kawan tersayang lainnya dan kerabat lainnya, pinginnya saya nanti bikin sebuah video atau film pendek yang intinya menyampaikan bahwa kami sudah menikah dan mohon doanya saja. Sementara buat orang-orang dan para tetangga yang baik, mungkin dirayakan dengan cara gelar syukuran pengajian aja dan makan-makan di rumah. Intinya semua bahagia!!
Dengan lokasi di luar Jawa, maksud hati biar nikah itu benar-benar jadi waktu damai. Waktu untuk lepas dari segala keramaian dan hanya menghabiskannya dengan orang-orang yang kita cintai. Habis nikah, bisa langsung caw juga buat honeymoon.
Yahh...tapi itu semua kan hanya angan. Secara, masalah adat dan budaya dimarih agak susah digoyang. Apalagi keluarga dari Papa sayah jawa banget, para bude udeh mewanti-wanti sejak jauh hari. Keluarga nyokap juga rempong abis. Behhhh...hidup memang tidak semudah keinginan. Lagian ketemu calonnya aja belom, udah sok ngekhayal pernikahan..hahaha!
Well apapun yang terjadi, semoga realisasinya gak perlu heboh dan konsepnya bisa diterima dengan orang-orang terdekat. Karena resepsi itu kan sejatinya cuma merayakan sebuah perjanjian. Perjanjian satu hari untuk mengikatkan diri selama seumur hidup. Jadi alih-alih sibuk buat satu hari perayaan, mending sibuk buat siapin bagaimana menjalani hari-hari setelah perjanjian itu dijalin nantinya.
Wallohualam Bis Showab
*gusti yang lagi kebanyakan kondangan