Nama Susi menjadi tren sekitar
tahun 80-90 an. Hampir dua dari enam orang yang saya kenal waktu itu, kayaknya
bernama Susi. Kesannya ngarang ya ? tapi enggak kok.
Temen SD sebangku saya namanya
Susi, guru kelas 4 SD saya namanya juga Susi. Bahkan atlet badminton yang
berhasil menggondol emas olimpiade waktu itu pun, namanya Susi.
Masuk 2000-an, kalau masih ada
orang tua kasih nama Susi pada anaknya pasti diketawain. Kesannya kok ndeso
banget. Susi tak lagi jadi nama orang kota. Susi itu nama orang desa yang ingin
kekota-kotaan. Soalnya nama orang kota saat itu sudah berbau kebarat-baratan,
ketimur-timuran, wis pokoke gitu lah.
Sekarang, nama Susi lagi hangat
diperbincangkan. Gara-garanya Susi sekarang jadi menteri. Menteri Perikanan dan
Kelautan di Kabinet Kerja ala Pak Jokowi.
Orang ramai ngomongin Susi
gara-gara latar belakangnya ; tidak tamat sekolah, punya tato, hobi ngerokok,
dan hal lain-lain soal urusan personalnya.
Bu Susi memang benar punya tato
di kakinya. Saya sendiri pernah lihat tato itu waktu ketemu dengan dia di rumahnya
yang ada di Pangandaran sekitar 3 tahun lalu. Sampe sekarang aja saya masih gak
nyangka, perempuan yang saya temui waktu itu sekarang bisa jadi menteri.
Gayanya juga masih begitu-begitu aja dari dulu. Serampangan.
Saya ketemu dia gara-gara waktu
itu ada pesawatnya yang jatuh di Papua. Menuruti perintah kantor, akhirnya saya
harus berangkat dan ketemu beliau di rumahnya.
Saya sih oke-oke aja, toh Pangandaran masih deket jaraknya.
Kaget juga pas lihat undangan
mesti kumpul di Bandara Halim Perdana Kusuma. Setelah diusut ternyata bener
dong, saya ke Pangandaran mesti naik pesawat yang tipe dan jenisnya persis sama
yang mengalami kecelakaan di Papua, sehari sebelumnya. Waduh.
Waktu saya minta ke humas pakai
jalur darat aja, si humas menjawab dengan enteng. “Gak bisa, Mbak. Ini biar
sekalian buktiin bahwa pesawat kita aman.”
Situ aman, sini deg-degan.
Pengalaman pertama naik Susi Air..ini sih pas pulang, udah gak pucet lagi hehe |
Sampai halim, saya datang paling
awal tapi kebagian rombongan paling akhir. Dikasih tahu bahwa saya dapat
pesawat yang isinya cuma 8 orang termasuk pilot dan co-pilot. Waktu itu saya
denger-denger kabar bahwa pesawat yang kecelakaan di Papua itu jatuh karena
kelebihan beban. Alhasil, meski belum sarapan, saya gak berani isi perut lagi.
Bener-bener takut kelebihan beban.
Apalagi saya mesti bareng dengan
kru-kru media televisi yang bawaannya berondong petong alias ribet dan banyak
bener. Berat kamera dan perlengkapannya itu kalo ditimbang sendiri bisa nambah
bobot dua orang. Makanya waktu jam makan di bandara saya sampe berkali-kali
bilang ke mas-mas dari tv-tv itu makannya jangan banyak-banyak. “Nanti
kelebihan beban pesawatnya,” kata saya. Parno.
Berangkatlah kami semua naik
pesawat ukuran kecil itu, pas lagi naik tangganya tiba-tiba Mas humasnya nyolek
saya. “Mbak, pilot-pilot kami di sini masih muda-muda. Yang ini masih sekitar
20 tahunan lah.”
Mungkin maksud si Mas-nya itu
membanggakan diri, tapi sumpah saya makin jiper!!! Dari sisi umur aja tuaan
sayah itu ..huhu
Pilotnya bule. Cakep sih….tapi
tetap kurang bisa menghibur diri yang ketakutan kalo tiba-tiba maut menjemput.
Lah, kalo kenapa-kenapa kan yang ditanya itu amal ibadah kita di dunia, bukan
gimana rasanya terbang ama pilot tampan ?
Akhirnya, satu jam perjalanan di
pesawat terbang itu menjadi waktu paling optimal selama hidup saya dalam
berdzikir. Baru tuh namanya ngerasain yang setiap hembusan nafas kita gunakan
untuk mengingat Tuhan. Gak ada yang sia-sia.
Ya gimana enggak, setiap pesawat
kena angin…..kita oleng ke kanan dan ke kiri. Mana si mas-mas TV pake bercanda
kalo pesawat yang kita tumpangi itu jatuh gimana nanti ? Bawah laut semua gitu.
Gak lucu, Mas….gak lucu, huhu :/
Sampai juga di Pangandaran,
langsung masuk jam makan siang. Boro-boro ada nafsu makan, itu yang namanya
darah kayanya udah ketarik ke laut semua. Gak lagi-lagi naik pesawat perintis
begini. Sebenernya gak kenapa-kenapa sih pesawatnya, cuma paranoid karena ada
pesawat serupa yang habis kena kecelakaannya itu yang bikin kenapa-kenapa.
Sebelumnya, kita diajak keliling
rumah Bu Susi yang luasnya…..minta ampun. Mungkin lebih cocok disebut istana
kali ya, soalnya di dalamnya kaya ada semacam hotel gitu. Ya memang kan
rumahnya dipakai oleh para pilot asing itu untuk latihan.
Saat ketemu Bu Susi, dia cuma
mengenakan kaos hitam potongan rendah dan rok selutut warna serupa. Matanya
sembab dan masih merah karena dia habis kehilangan awak pesawatnya. Saat
diwawancara, mas-mas dari TV minta si Ibu Susi untuk naikkan kaosnya supaya
dadanya tidak terlalu tampak. Bu Susi oke-oke aja. Semua pertanyaan pun
dijawab, dari sisi bisnis juga.
Sewaktu dia menjawab pertanyaan
soal bisnisnya itu saya tersentak, orang ini di balik sifat serampangannya
ternyata luar biasa. Ya begitu, kita akan tahu kapasitas seseorang kalau
berbicara langsung dengan dia.
Pasti kalian bisa cari tahu
sendiri lah sejarah bisnisnya dia. Gagasannya untuk mengirim lobster pakai
pesawat itu luar biasa. Coba bayangin kalo nekat dikirim lewat jalur darat yang
bisa makan waktu sampai 12 jam. Jangankan lobster, manusia aja bakal babak
belur kalo lama-lama di jalan.
Usahanya membuat usaha pesawat
perintis, dia paham benar kondisi alam dan infrastruktur di Indonesia yang
sangat menantang ini memiliki potensi luar biasa.
Saya ingat betul waktu dia
menjawab pertanyaan saya soal kenapa banyak merekrut pilot asing ? Dia justru
bilang orang Indonesianya yang susah dan enggan belajar di sini. Orang asing
justru banyak mau belajar di wilayah penerbangan Indonesia untuk menambah jam
terbang dan pengalaman.
“Alam Indonesia itu unik, kalau
kamu bisa menaklukkan ini kamu bisa menaklukkan langit manapun.” Kira-kira
begitu jawab dia.
Makanya saya girang waktu dia
hendak didapuk jadi Menteri Pariwisata, karena dia (dan perusahaannya) cukup
paham geografis nusantara. Tapi karena ada tarik menarik kepentingan politik di
ujung-ujung pengumuman, jadilah dia Menteri Perikanan. Gak apa-apalah. Toh, itu
memang bisnis dia. Sehari-hari dia di situ.
Tapi memang sifat si Ibu yang
serampangan ini agak perlu ditata, silahkan dia merokok tapi kalau bisa jangan
di tempat publik. Menteri-menteri lelaki yang lain juga banyak yang ngerokok
sih setahu saya, tapi jadi masalah besar begitu si Bu Susi merokok mungkin
karena dia perempuan, karena dia gak tamat SMA, atau karena alasan lainnya.
Selamat bekerja Bu Susi, semoga
lima tahun lebih banyak mengukir prestasi ketimbang sensasi.
3 komentar:
keren tulisannya
Kudu tos banget ini Gus, eykeh pernah naik jet pribadi Susi air, mending ke Pangandaran, ke KALIMANTAN bok! Langsung dari Halim. Walopun isi dalemnya mewah dengan sofa dan berlimpah makanan, tetep aja deg-degannya bikin stress banget. Mungkin kita mengalami deg-degan yg sama, Gus. Haha
@Ka Rika iya...... pesawat dan jet Bu Susi ini memang luar biasa bikin deg-degannya hahahahhhaa
Posting Komentar