Namaku Lembah Angin. Aku murid paling bontot dari Guru
Cempaka, pendekar yang suka masuk angin. Gara-gara penyakitnya itu, Guru
Cempaka tak bisa lepas dariku. Sebab aku mewarisi ilmu pengobatan dari ayahku
yang sangat sakti, yaitu Pendekar Tolak Angin.
pic cr to : kapanlagi,com |
Sudah bertahun-tahun aku belajar sekaligus diurus oleh Guru
Cempaka di padepokan silatnya yang terkemuka, yakni Padepokan Pendekar Tongkat
Emas. Padepokan yang aku yakin begitu masuk abad 21 nanti bakal berganti nama
jadi Padepokan Tongsis Emas.
Pendekar di zaman kami terkenal hobi saling membunuh untuk diakui
eksistensinya. Jargon hidup mereka adalah : dibunuh atau membunuh. Kalau nanti
jadi Padepokan Tongsis Emas, mungkin akan agak beda. Pendekar yang paling eksis
adalah pendekar dengan paling banyak di tag di facebook, instagram, maupun
path. Jargon hidupnya : difoto…..atau...cari celah biar bisa kepoto. (pokoknya
mesti eksis!)
Selain aku, Guru Cempaka memiliki tiga murid lainnya. Kami
semua bernasib sama, yatim piatu karena orang tua kami dibunuh oleh Guru
Cempaka demi eksistensi tadi.
Murid paling tua adalah Biru. Nama lengkapnya : Tenda Biru
Bin Janur Kuning. (Ini pendekar apa panitia kawinan ??!!)
Dia satu-satunya murid lelaki di perguruan dan paling jago.
Pepatah “Guru Kencing Berdiri, Murid Kencing Berlari” tak bisa berlaku
baginya..sebab guru kami kencingnya jongkok. Kan…perempuan.
Akibatnya, Biru pun
harus kencing dengan jongkok. Begitu juga buang air besar. Sebab kami memegang prinsip
: pipis sama rendah, boker sama aja.
Itulah akibatnya Biru tak bisa lebih sakti dari Guru
Cempaka.
Murid kedua adalah Gerhana. Anak dari pendekar Golok Wangi
dan ibu bernama Pisau Dapur. Mereka adalah pendekar sakti dari perguruan
Senjata Tajam.
Dulu, Gerhana memiliki kakak laki-laki yang bernama Kapak
Merah. Tapi Kapak Merah menjadi buron
polisi karena hobi merampok di jalan raya. Akibat ulah kakaknya itu, perguruan
senjata tajam jadi tercemar. Sang Ibu pun meruwat nama anak keduanya agar tak
berbau senjata tajam…menjadi Gerhana. Yang sebenernya itu singkatan juga dari “Gergaji
Hanyalah Nama”….Gerhana.
Murid ketiga adalah Merah Dara. Dia diurus oleh Guru Cempaka
karena kasihan. Soalnya sejak ayahnya dibunuh oleh guru, ibunya sibuk pacaran
dengan anggota band.
Merah Dara adalah putri dari Pendekar Putih Tulang. Dara
juga punya kakak laki-laki yang bernama Ingus Ijo dan kakak perempuan bernama
Pipis Koneng. Namun kedua kakaknya itu tak berniat jadi pendekar. Alih-alih
ikut audisi pendekar sakti, kedua orang itu justru bikin grup buat audisi d’terong
show.
Kami berempat belajar silat bersama, makan bersama, dan main
congklak bersama….(iya Biru juga ikutan). Kadang kami main kepang-kepangan
rambut, tapi karena rambut-rambut panjang kakak-kakakku itu penuh kutu, aku gak
tahan sampe akhirnya botakin rambut. Lebih baik botak daripada gondrong tapi
kutuan.
Tibalah hari penentuan, Guru Cempaka akan mewariskan Tongkat
Emas kepada salah satu dari kami. Siapapun yang memegang tongkat emas itu akan
jadi kepala perguruan dan pendekar sakti mandraguna sejagad nusantara.
Guru Cempaka sempat bimbang. Ia bertanya pada daun di atas
bantal, pada pasir yang berbisik, hingga pada badai yang pasti berlalu.
Siapakah gerangan yang layak menerima tongkat emasnya.
Ia sempat menimang-nimang Biru sebagai pewaris tongkat. “Ah,
tapi tongkatnya dia aja belom bisa lurus. Lagi sih dia pake ikut-ikutan jongkok
kalo pipis segala,” gumam Guru.
“Benar, Guru,” tambahku. “Daripada kasih Biru tongkat emas,
mending kasih dia tongkat ali dan panax ginseng. Biar lebih macho.”
Pilihan sempat beralih ke Gerhana. Namun segera ditepis oleh
Guru, soalnya Gerhana suka kepergok ngecekin harga emas ANTAM setiap pagi. “Bisa-bisa
tongkat ini digergaji kecil-kecil oleh dia, terus digadai buat beli susuk,”
alasan Guru.
“Benar, Guru. Bahaya kalau dikasih ke Kak Gerhana sekarang,
soalnya Senin depan harga emas udah naik lagi,” aku menguatkan.
Sisanya tinggal Dara dan aku. Guru bilang, jurus ini adalah
jurus pasangan. Jadi kalau tongkat diserahkan pada Dara, aku harus selalu
menemani Dara dan belajar bersamanya.
Tongkat pun diberikan pada Dara. Biru dan Gerhana ngambek,
gak terima. Mereka meracuni guru dan berencana untuk membunuh Dara dan aku.
Diam-diam mereka ke perguruan tetangga. Menebar kabar bahwa
tongkat emas kami curi dari mereka. Semua fakta diputar. Mungkin gara-gara
mereka kebanyakan gaul sama Jonru.
Aku dan Dara harus melarikan diri. Dalam pelarian, kami
diselamatkan oleh Elang. Pendekar tampan misterius. Misterius karena masih
misteri suka perempuan atau laki-laki ?
Elang mengeluh karena aku jarang bicara. Ya iyalah, aku kan
pendekar. Kalau aku banyak bicara namanya komentator atau politikus. LOGIKA! (maaf
aku sewot!).
Dara penasaran setengah mampus sama Elang. Siapa pemuda ini
? Apa pekerjaannya ? Hingga suatu subuh dia mengikuti Elang. Lalu ia mendapati
Elang berkelahi dengan sejumlah orang, sambil menagih utang.
“Parah, Ngin. Debt collector ternyata doi! GGD…ganteng-ganteng
debt collector,” kata Dara.
Susah emang cari lelaki sempurna. Akhirnya, aku dan Dara
memutuskan untuk meninggalkan pondok Elang. Kami gak mau makan duit hasil riba.
Harom!
Saat kami melarikan diri itu, tau-tau rombongan timses Biru
dan Gerhana datang menggrebek kampung. Aku diculik dan diikat oleh Biru.
“Kau tahu apa Angin?” kata Biru. “Aku harus mendapatkan
tongkat itu! Supaya aku jadi lelaki sejati!”
Aku jawab percuma, daripada tongkat emas…mending cari
tongkat ali aja biar perkasa *teteuuup*.
Biru gak terima dan berusaha
menjambakku…tapi aku kan botak. KZL, akhirnya dia coba tendang aku.
“Tunggu, Biru! Kaki kamu kan abis pedicure…sayang kalo buat
nendang,” aku berusaha menghindar.
Aku berhasil gak ditendang oleh Biru, tapi jadinya aku
dipaksa nonton Timnas di Piala AFF berkali-kali…sampe emosi. Goblok banget nih
PSSI!!! Ini siksaan jiwa!
Dara datang menyelamatkanku, kami berdua kabur dari Biru dan
Gerhana.
Kami lari ke hutan, kemudian teriakku.
Kami masuk ke pantai, kemudian teriakku.
Eh, map salah film!!
Maksudnya, kami lari ke hutan lalu bersembunyi di dahan
dahan pohon yang tinggi. Gerhana dan Biru berkeras mencari kami. “Angin! Aku
tak akan melepaskanmu sampai kamu memberi tahuku cara menggunakan tongkat supaya
aku bisa kencing berdiri!!”
Gilak nih pendekar!!
Disusul oleh Gerhana….”Anginnn…..Angin…..”
“Angin katakan padanyaaaaa~~~~ aaaaaa…~~~ kalau aku cinta
dia. AAA~~~~.”
Gerhana juga gila.
“Angin, kayaknya Biru dan Gerhana udah gila deh. Kita turun
aja yuk, pura-pura bego gak tahu siapa Dara dan Angin. Siapa tahu mereka
ketipu,” Dara membisikkan usul padaku.
Dara juga positif gila!
Gak tahan melihat keluargaku yang mulai gila. Aku memutuskan
untuk turun ke bawah. “Dara, kamu tunggu di sini,” ujarku.
“Angin, kamu mau ke mana ?”
“Mao panggil ojek!!! Buat bawa kalian ke rumah sakit jiwa!”
Dara nekat mencegahku. Sampai akhirnya aku terpaksa
menggunakan jurus totok andalanku. TOTOK SAKITNYA TUH DI SINI!!
Jurus ini mampu membuat korban terdiam dan membisu. Tak bisa
bergerak karena dia dibayangi kenangan-kenangan indah sekaligus menyakitkan
bersama mantannya. Mamam noh!
Di bawah aku bertarung mati-matian dengan Biru dan Gerhana….
main capsa. Sampe akhirnya aku kalah dan mati di tangan mereka.
Curang, mereka berdua aku sendirian.
Kejam, Biru bener-bener gak punya perasaan. Bikin adiknya
mati muda, tanpa sempat nikmati yang namanya pacaran.
Hiks.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar