Kemunculannya dalam film Pengabdi Setan tak sampai hitungan jam, namun pesan yang Ia lontarkan dalam dialog awalnya cukup kuat di hati penonton. Terutama untuk mereka yang terjerat di status “friendzone” tanpa bisa upgrade hubungan asmara. Menyadari pentingnya menggali hidup Budiman lebih lanjut untuk mendapat kiat-kiat bertahan yang pastinya dinanti pembaca dengan nasib percintaan serupa, berikut adalah petikan wawancara jurnalis Desi Nawar dengan Budiman di sela-sela kegalauannya.
Terima kasih Pak Budiman, sudah meluangkan waktu untuk wawancara nirfaedah ini.
Sama-sama, Mbak Desi. Oya, tadi dari media apa Mbak Desi?
Tabloid Opor Rakyat, Pak. Enak disantan dan perlu.
Hooo, ya. Tapi saya cuma punya waktu sedikit nih, Mbak. 15 atau 20 menit cukup ya wawancaranya kira-kira.
Yah, jangan dong, Pak. Tambahlah dikit, 30 menitan deh biar cakep hasil wawancaranya.
Bisa aja nih Mbaknya nawar-nawar. Pantes aja namanya Desi Nawar. Saya suka nih sama perempuan suka nawar gini, hemat.
Bapak juga, lawas amat ngegombalnya. Pantes gak bisa dapat-dapat pacar.
(krik krik krik)
Sebelum suasanya lebih awkward, saya ingin tanya sebenarnya Bapak sadar gak sih kalau cerita cinta Bapak itu lebih horor dibanding tragedi si keluarga Pengabdi Setan?
Ya, saya tahu. Sebenarnya saya ingin bilang kalau Rini dan keluarganya itu terkenal karena ibunya jadi Pengabdi Setan, saya mungkin bisa anda panggil sebagai Pengabdi Mantan.
Tapi, Bapak gak punya hak buat julukan itu
Ya, saya juga tahu. Mbaknya ke sini sebenernya mao nanya-nanya apa mao ngajak ribut sih?!
Katakanlah Bapak setara mantan, selain dengan Neneknya Rini apa Bapak gak pernah berhubungan dengan wanita lain?
Gak ada, Mbak. Kalaupun saya ada hubungan lain, itu cuma hubungan arus pendek sama kabel-kabel sekitar alias kesetrum. Sama wanita lain enggak.
Jadi, dari Bapak muda sampai aki-aki gini hanya mencintai satu wanita? Bagaimana Bapak bisa bertahan kalau begitu?
Saya menerapkan jurus LasRep, Mbak. Jurus jitu yang saya terapkan bertahun-tahun untuk bertahan hidup.
Apa itu, Pak?
LasRep, Mbak. Berusaha Ikhlas mesti tetep Ngarep.
Itu sebabnya Bapak masih setia berbalas surat dengan neneknya Rini?
Ya mau gimana lagi, masa iya mau berbalas pantun.