Ini cerita sebenarnya sudah lama, tapi wajib diceritakan lagi biar tidak lupa. Kebetulan juga hari ini saya ingin menulis sesuatu di luar berita, dan hal-hal berat.
Cerita ini nyata, terjadi beberapa tahun lalu Mungkin sekitar 2012 sampai 2014. Kisah tentang 3 orang yang mau tidak mau akhirnya bersahabat, yakni saya, Ayu, dan Rangga.
Kami waktu itu sama-sama jadi wartawan dan nge-pos bareng di kementerian energi. Bareng bersama kawan-kawan lainnya, kalau selesai liputan kami pasti berburu makanan. Begitu juga kalau di press room, kami lebih banyak mengunyah ketimbang menulis. Bentar-bentar pencet telepon kantin.
Pesannya sendiri, tapi dimakannya rame-rame. Jadi ibu dan mas-mas kantinnya capek. Misal, yang pertama pesan Ayu. Dia pesan teh manis anget, indomie, dan roti bakar. Nanti yang ngabisin saya dan Rangga. Terus disusul Rangga yang pesan. Nah, kalo saya.... paling belakangan dan males. Soalnya kan udah makan punya Ayu dan Rangga, ngapain beli lagi?
Begitu pertemanan kami berjalan berbulan-bulan, sama-sama makan bareng, kerja bareng, karaoke bareng.
Sampai suatu saat, saya dan Ayu ketemu mbak-mbak humas. Kebetulan, Mbak humas ini abis nemenin wartawan-wartawan dinas luar kota ke lokasi proyeknya, salah satu pesertanya adalah Rangga. Saat bertemu kami, Mbak Humasnya ini cerita dengan sangat antusias.
"Aduhhh iyaa, kemarin ada Rangga. Kasihan deh, dia kan vegetarian, jadi agak susah makanannya. Sementara di sana adanya seafood doang."
Begitu denger mbaknya bilang Rangga adalah vegetarian, risoles kentang saya langsung jatoh ke tatakan piring. "Hah, vegetarian?"
begini kira-kira ekspresi saya dan Ayu waktu itu |
Saya dan Ayu sontak lirik-lirikan. "Emang Rangga Vegetarian?" Tanya Ayu, "Lah, kemaren dia ngembat pizza banyak," saya coba mengingat.
"Lah iya, Mbak. Kemarenan kan dia juga makan bakso."
Lalu, saya dan Ayu mencoba mengingat makanan apa saja yang pernah kami lihat Rangga mengunyahnya; pizza, martabak, cilok, bakso, somay, gado-gado, gorengan, roti bakar, indomie telor, mie ayam, ketoprak, nasi gila, hampir semua.
VEGETARIAN DARI MANANYA?
Besoknya, saya dan Ayu ketemu Rangga. Hal yang pertama kami tanya adalah, "Mabs, emang lau vegetarian?"
"Iya nih, lo kemaren makan pizza, bakso, ketoprak, gue sampe bingung pas ada yang bilang lau vegetarian," Ayu menimpali.
Rangga pun bingung menjawabnya. "Begini Mabs, kan repot kalo gue jawab sama mbak-nya kalau gue ga bisa makan daging-dagingan langsung. Daripada repot, mending gue bilang gue vegetarian."
Oalaaaaaaa, jadi Rangga bukan vegetarian tapi memang usus dan mulutnya aja yang gak elite.
Tapi jujur, baru kali ini saya dan Ayu tahu bahwa Rangga gak bisa makan daging. Lantas, apakah kami langsung menghormati pilihan gaya hidup kawan kami?
ENGGAK dong!
Salah sendiri lah gak bisa makan daging, masa kita diajak susah juga. Justru begitu dia bilang gak bisa makan daging, kalo soal makan kami malah milih tempat yang banyak daging sedikit sayur. Paling dia cuma bisa bilang, "Suek."