Tampilkan postingan dengan label Celine Dion. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Celine Dion. Tampilkan semua postingan

Kamis, 08 Februari 2024

Kembali ke Blog, Awal Mula Segalanya..



izin pakai foto abang ya


Selamat datang tahun 2024!


Meskipun sudah masuk bulan Februari, lalu tiba-tiba kepikiran pengen menjenguk dan menulis kembali di blog yang sudah berdebu ini. 


Terakhir menulis tahun 2022, domain blog ini tetap gue bayar agar dia tetap bisa eksis. Pertama, karena terlalu banyak kenangan di dalamnya dan sebagai pengingat perjalanan hidup gue sendiri. Kedua, karena ternyata.. masih ada yang membaca dan terhibur dari kisah-kisah absurd yang gue tulis di blog ini. 


Hitung-hitung menambah pahala, dengan bisa menambahkan senyum ke orang lain yang kita tidak pernah tahu apa yang terjadi di hidupnya. 


Gue orang yang sangat percaya, ingatan tidak pernah bisa diandalkan dan perlu dituliskan. Apalagi orang seperti gue, yang pagi ngomong apa, sore udah lupa. 


Blog ini cukup menggambarkan perjalanan hidup gue dan juga siapa gue. Mulai dari pemilihan nama “Totally Absurd Woman” di mana gue emang udah absurd aja dari dulu, dan bagaimana kemampuan menulis gue terasah (ahsek).


Mari bercerita awal mula blog ini, tentu saja berawal dari kecintaan gue akan dunia bahasa dan tulis menulis, sedari kecil. I know I love to write, to tell story, dan menyentuh emosi siapapun yang membacanya. Meski itu diri sendiri. 


Berawal dari kesukaan akan membaca buku tentunya, membaca kisah yang membuat gue sebagai pembacanya merasakan emosi tertentu; baik itu marah, senang, sedih, atau bingung. 


Gue sudah mengagumi bagaimana susunan kata-kata bisa menggugah rasa, mencetak sejarah, sampai menitikkan air mata. 


Keajaiban akan tulisan dan kata-kata yang kita baca, membuat gue tidak pernah mempertanyakan ke guru ngaji gue, kenapa mukjizat baginda Nabi Muhammad SAW adalah Al-Quran yang hanya berupa kitab. Bukan tongkat yang bisa membelah laut, atau bahkan keahlian tertentu lainnya. 


Gue beriman tanpa ragu, karena buku yang ditulis oleh manusia saja bisa berdampak besar pada perasaan atau bahkan peradaban. Apalagi dengan buku yang notabene dituliskan oleh Tuhan, pasti luar biasa tidak terkira dampaknya. 


Kecintaan menulis ini gue mulai tentunya dengan langkah paling alay tapi tren pada waktunya, yakni menulis buku diary. Bahkan ketika musim buku Orgy (di mana tuker-tukeran kertas bermotif lucu menjadi tren), gue tetap setiap dengan buku diary. 


SD, SMP, SMA. Sewaktu SMA, bahkan gue dan sahabat-sahabat gue memiliki buku diary bersama yang kami isi untuk ceritakan hidup masing-masing, bukunya berputar. Tentu saja, cerita yang gue tulis adalah cerita yang kadang-kadang gak masuk akal bagi sahabat gue. 


Kuliah, adalah dunia di mana gue mulai intens menggunakan teknologi komputer. Bjirlah, ketahuan angkatan gue wkwkwkwk. 


Tentu saja gue sibuk dengan segala urusan kuliah, tapi gue tetap menyalurkan hobi menulis ini lewat kegiatan Pers Mahasiswa, yang membuat gue terpapar dunia jurnalisme. 


Tahun 2008, sebagai mahasiswa yang pinter tapi selow, gue manfaatkan semester akhir untuk menuntaskan skripsi (yang sudah gw siapkan dari semester 5), mengumpulkan duit , dan juga hobi lainnya termasuk menulis. 


Udah sejak lama gue ingin punya blog. Tapi menulis ini perlu waktu khusus di depan komputer. Kebetulan kakak sepupu gue di Semarang, tempat gue tinggal selama kuliah di sana, punya komputer. Jadi, di kala siang atau malam yang sepi, bisa gue manfaatkan untuk menulis blog. 


Tulisan pertama gue di blog ini pada 2008, adalah copy paste tulisan gue untuk majalah dan tabloid pers mahasiswa kampus gue pada tahun 2007. Di mana, gue mewawancarai ibu dari Menteri Keuangan Sri Mulyani. 


Waktu itu satu kampus terheran-heran kenapa gue bisa mewawancara ibu dari Sri Mulyani, yang anak-anaknya sukses semua. Wkwkwkwwk, tentu saja pakai jalur orang dalam!


Keberhasilan gue wawancara Ibu dari Sri Mulyani gak lepas dari buah akan bakti gue sebagai seorang keponakan kepada Bude gue tersayang. Bude yang paling disegani di keluarga besar bokap, tapi juga sayang banget sama ponakannya paling ngadi-ngadi ini. 


Gue tidak pernah menolak untuk menemani bude gue kondangan, ke pengajian, ke mesjid, senam pagi, puasa, taraweh keliling, apapun dah. Selalu gue sempatkan waktu menemani dia, karena gue berprinsip sedari dulu Ridho Allah itu Ridho Wallidain atau Ridho Orang Tua. Selama gue di Semarang, orang tua gue adalah Budhe gue ini. 


Gue meyakini Tuhan akan memperlancar seluruh urusan kita, kalau orang tua kita juga ridho atas apa yang kita lakukan. 


Lalu, tanpa disangka, Bude gue ini ternyata berteman dan satu pengajian dengan Ibu dari Sri Mulyani (serta sejumlah pejabat Semarang lainnya). Jadilah gue iseng mengusulkan, mau gak kalau kira-kira Ibu dari Sri Mulyani ini diwawancara, dan keinginan itu bersambut baik. 


Dan, inilah karya pertama gue sebagai calon jurnalis muda, wawancara dengan ibu dari Sri Mulyani.  Tulisannya masih berantakan, dengan emosi yang belum tertata rapi. 


Gue posting sebagai pengingat dan juga menurut gue saat itu, kisah Prof Satmoko ini bisa menjadi teladan buat para perempuan lainnya. 


Tidak pernah gue sangka, bahwa tulisan ini sampai ke keluarganya. Seorang cucunya yang jauh, berkomentar di blog dan mengucapkan terima kasih karena menulis sepenggal kisah soal Eyangnya yang penuh inspirasi. 


Lalu, pada tahun 2018, sepuluh tahun kemudian. Gue, yang sudah menjadi seorang jurnalis beneran hehe, akhirnya berkesempatan mewawancarai Sri Mulyani, lalu menyampaikan. 


“Bu, saya dulu tahun 2007 sempat bertemu dengan Prof Satmoko dan wawancara beliau…..”


Bu Sri Mulyani lalu menjawab, “Loh ternyata itu kamu yang menulis, saya sempat baca juga dulu…” 


Obrolan dan wawancara pun berlangsung lebih hangat. 


Itu baru dari sekian banyak peristiwa  tak terlupakan yang gue dapatkan dari menulis blog ini. 


Blog ini juga memuat satu kisah, yang mengingatkan gue momen titik balik pergantian tulang punggung keluarga dari Papa ke gue, sebagai anak tertua di keluarga. 

Memuat kisah-kisah hangat perkawanan dengan segala kebodohannya, yang saat ini sudah saling melupakan. 


Blog ini menuliskan kisah beberapa teman dekat, yang sekarang sudah meninggalkan dunia ini. 


Blog ini mencatat memori-memori berharga gue saat bertemu idola-idola Korea, yang gue tidak pernah menyangka bahwa tulisan review konser gue ini dibaca ribuan penggemar Kpop, dan sebagian dari mereka menjadi teman istimewa gue sampai saat ini. 


Blog ini memuat tulisan review-review film yang gue tonton, dan tiba-tiba salah satunya viral di twitter dibaca jutaan orang dan berdampak signifikan ke keuangan gue, hehehe. 

Di sini tulisannya: Review The Raid


Gara-gara tulisan viral di blog ini, gue didatangi beberapa penerbit untuk menulis buku, walapun penerbit yang gue pilih akhirnya malah tidak jadi menerbitkan buku yang telah gue tulis :D


Blog ini membuat gue mendapatkan banyak tawaran pekerjaan sampingan untuk menulis review seputar film, kuliner, dan gaya hidup lainnya untuk media dalam maupun luar negeri. 


Ada tulisan di blog ini yang membuat gue putus pertemanan dengan salah satu kawan baik gue. 


Cara gue mengulas drama Korea di blog ini, membuat gue berkesempatan menjadi host televisi untuk mengulas drama Korea juga hehehe


Blog ini lama gue abaikan, lalu gue bertemu dengan seorang komikus selebgram. Kami berbagi cerita, lalu entah gimana berujung ke ulasan salah satu film yang kebetulan itu gue yang menulis di blog ini. “Ya ampunnn, itu elu yang nulis. Gila, gue masih kagum sampai saat ini kenapa ada review se-edan itu dengan point of view yang gak disangka,” kata si komikus, yang membuat gue tersenyum. 


Komentar-komentar di blog ini banyak membuat gue tersenyum, turut senang karena ada orang yang akhirnya bisa tertawa hanya karena jokes receh yang gue tulis di blog ini, meskipun harinya sedang berantakan. 


Blog ini, membuat gue penasaran untuk menerjuni dunia stand up comedy


Blog ini, adalah tumbuh kembang gaya penulisan dan kehidupan gue. Blog ini memberikan gue kepuasan akan menulis, kebahagiaan karena tahu banyak orang senang membacanya, faktor keuangan karena banyak proyek berdatangan, dan juga teman yang bertambah.


Terima kasih telah menjadi awal dari segalanya, 


Semoga gue bisa istiqomah untuk menuliskan kisah-kisah absurd gue di blog ini lagi. 


Tabik!



Sabtu, 20 Januari 2018

Tiket Konser Celine Dion dan Pertemanan Menengah Ngehe

Layar monitor yang gue pandang masih datar-datar aja, sampai sekitar jam 2 siang ada seorang sohib tiba-tiba bertanya via whatsapp.

“Gus,” tulisnya
“Y,” jawab gw malas
“Gw mao beli tiket Cilen Dion, lo ada linknya gak?”

Sungguh, hampir gue banting ini laptop (kalo gak inget ini barang pinjaman kantor dan gue gak sanggup kalo disuruh ganti) sewaktu membaca pertanyaannya.

Ada dua hal yang membuat gw emosi dengan WA sohib gw itu.

1.     Iya tahu gw jurnalis, tapi kadang tuntutan jadi jurnalis itu berat kayak harus tahu segalanya. Kadang ada yang nanya kontak, seakan-akan gw Yellow Pages. Ada yang nanya arah, seakan-akan gw Waze. Nah, ini…nanya tiket, seakan-akan gue calo konser.
2.     TYPO-nyah!!!! CILEN DION APAAN? CELINE WOY CELINE!!! Cilen…Cilen…lo pikir Ayam…AYAM CILEN.

Ayam Cilen Mati Suri (pic courtesy google)


Cilen  Celine Dion ini ibarat jemuran celana dalam yang lupa diangkat sampai dua hari, hangat dan kering. Hangat karena lagi jadi pembicaraan soal konsernya ke Indonesia Juli nanti, kering sesuai dengan kondisi kantong gw yang tak sanggup membeli tiketnya.

Siapa coba yang gak kenal diva satu ini? Dari jaman aing SMP suaranya sudah menggema dan membahana, apalagi paska tayangnya film Titanic, yang bikin My Heart Will Go On bercokol di posisi terwahid tangga lagu Asia.

Sebenarnya gw gak ngefans-ngefans amat, tapi hampir tahu semua lah lagunya yang hits dan jadi langganan playlist karaoke. Terutama yang “All by My Self”… ehem.

Waktu ada pengumuman Celine Dion mau konser, wah rasanya tuh seneng banget. Tapi begitu promotor umumin harga tiketnya yang aku rasakan itu..



Bayangkan, harga tiket dijual dari kisaran Rp 1,5 juta – Rp 12,5 juta. Harus jual bagian tubuh yang mana lagi buat beli tiketnya? Dengan usia segini dan berat badan segini, rasanya tak ada organ tubuhku yang layak donor dan dijual. Kecuali satu, kepala tempat bernaungnya akal-ku yang masih sehat.

Sampai si promotor kasih pengumuman kedua, bahwa harga tiket termahal adalah 25 juta. Yang semula gw masih punya akal yang sehat untuk dijual, kini habis sudah akal sehatku!



Gak cuma di situ, sewaktu kawan reporter gw bilang tak ada fasilitas apapun bagi penonton tiket Rp 25 juta, kecuali dapat duduk di kursi paling depan buat nonton Celine Dion, pengen rasanya gw lompat ke jurang. Jurang kemiskinan.

Gw pun menceritakan fasilitas duduk paling depan ini ke temen gw, dan respon dia sungguh di luar dugaan.

“Ya Alloh, ketemu Celine Dion di depan aja bayar Rp 25 juta. Ketemu Tuhan aja kalo mao dapat shaf di depan cuma modal wudhu ama datang abis adzan. Gak beres dunia.” Ujar temen gw yang imannya perlu dipertanyakan, tapi kefakirannya tak perlu diragukan.



Dengan segala bahasan itu, tibalah gw pada kesimpulan cuma orang gila yang pesen tiket Rp 25 juta buat nonton Celine Dion.

Sebelum akhirnya, WA dari temen gw datang dan begini bunyinya..

CILEN DION 

Okay, orang gila itu adalah temen gw sendiri. Gw harus paham bahwa bukan dia yang gilak, gue aja yang mizkin!

Berhubung gw gak mao menderita sendirian, gw sebar lah ke grup WA yang isinya barisan pengghibah. Dan respon mereka adalah…



FIX, TIKET CILEN DION BIKIN KAMU NAIK KASTA DI KANCAH PERTEMANAN

Dulu waktu sekolah, kalo dalam lingkaran pertemanan biasanya kita pamer siapa orang tua kita. “Bapak aku dong dokter,” “Ihh apaan, ibu aku dong ABRI,” “Ah, cupu. Papa aku dong bisa cover dance SNSD,” “Ihhhh…Mama aku pernah jadi saksi nikah Nazar dan Musdalipah.”

Sekarang mah gak jaman…sekarang itu jamannya pamer temen.
“Temen gue dong selebgram!” “Temen gue tuh bazzernya si menteri,” “Ohhh yang jadi Make Up Artistnya Eli Sugigi mah temen gue.”

Hih!!! Temen-temen kelen gak ada apa-apanya kalo tiba-tiba gw nongol terus bilang. “Maaf ya, temen gue dong beli tiket Rp 25 juta CILEN DION.”






MINGGIR LOE SEMUA.

Gak ada yang bisa kalahin level pamer punya temen yang mampu beli tiket VVIP Cilen Dion, kecuali lo punya temen yang ngaku pernah poto bareng sama Zarima si Ratu Ekstasi (kayak temen SMP gw dulu, ini gw akuin keren emang sampe bisa poto sama Zarima).

Sudahlah teman gw ini mo beli tiket mahal, masih pulak lah dicela-cela di grup WA oleh wan kawan yang tak sanggup beli dan harap gratisan. Untung dia sabar…dan lebar…dan tajir…jadi memaklumi segala kekurangan kawan-kawannya. Baik itu kurang kaya, kurang ajar, dan kurang sering ibadah sehingga hatinya dipenuhi iri dan dengki selalu. TSAH!

Usai kita bahas kesuksesan seorang kawan yang sudah gapai puncak hidup. Tiba-tiba seorang kawan yang sebenarnya sudah sukses tapi entah kenapa selalu hitungan, gantian me-whatsapp.

Ngakunya sih seorang bapak dan eksekutif muda, tapi liburan masih cari tiket promo dan mengeluh fasilitas pesawat murah. Gw yang pada dasarnya jadi sombong ketika tahu punya kawan yang beli tiket Cilen Dion. Langsung menjawab curhatnya. Kemudian terjadilah percakapan ini..




Gara-gara ini gw jadi bayangin bahwa Cilen Dion bisa jadi perusak rumah tangga.
Sungguh kita semua tak sanggup, Cilen Dion menampar kami, kami cuma menang gaya tapi gak kaya-kaya.

Ps: 
      Kisah ini nyata, tapi temen gw gak beneran beli…dia disuruh beli tiket harga segitu ama bos-nya, tapi biasa…kita pelintir biar asik